Sabtu, 26 Maret 2011

Bukit La Baong

Antara Kesejahteraan & Kesengsaraan Warga
Oleh : Nuryadin
            Emas dan tembaga yang bermukim di Bukit La Baong Desa Hijrah,Kecamatan Lape,Sumbawa,NTB awal 2010 lalu baru diketahui keberadaannya oleh segelintir masyarakat setempat. Setelah dilakukan pengujian ternyata kadar emasnya bernilai cukup tinggi, sehingga tidak heran luapan perasaan gembira warga yang pertama mengumpul,memanfaatkan sekaligus memurnikannya semakin kepincut untuk mengambilnya,walaupun selama ini dilereng areal tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi berladang dan berkebun. Kini telah berubah wajah menjadi tempat berjejernya tenda-tenda para warga pendulang emas yang datang dari berbagai penjuru nusantara.
Berita bukit La Baong telah membahana di seantero nusantara menyisihkan 24 lokasi tambang emas dan pasir besi yang telah mendapat ijin dari Pemerintah Daerah Sumbawa maupun Menteri Pertambangan & Energi seluas 228.377,5 Ha untuk melakukan ekplorasi di bumi Sumbawa yang “Mampis Rungan”,itu.
                Bila ditinjau dari sudut pandang sosial ekonomi,keberadaan Bukit La Baong dengan kehamilan yang dikandungnya selama ini telah membawa perubahan cukup signifikan dalam menata kehidupan masyarakat khususnya yang telah ambil bagian mengais rezki dari isi perut di La Baong. Karena mereka bisa mendapat emas rata-rata sehari antara 2 sampai 5 gram dengan nilai jual per-gram Rp.325 ribu.Mereka telah ikut berperanserta membantu pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan yang selama ini,mungkin,belum ada “type ex” untuk menghapusnya.
Bila ditinjau dari sudut pandang hukum,maka Undang-undang No.4 tahun 2009  tentang Pertambangan Mineral & Batu Bara terutama pasal 161 dan seterusnya yang menjadi landasan pijak dari pemangku Undang-undang No.2 tahun 2002 untuk melakukan penangkapan,penahanan dan lain sebagainya terhadap sejumlah warga yang di sangka telah melakukan penampungan,pemanfaatan,melakukan pengolahan dan pemurnian,pengakutan bahan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang ijin IUP,IUPK atau ijin dari pemerintah setempat.
                Bila mengacu kepada press release yang telah dikeluarkan oleh Kapolres Sumbawa,AKBP.Kurnianto Purwoko,SH dan dibagikan kepada sejumlah wartawan akhir tahun 2010 di Rupatama Polres setempat, antara lain disebutkan bahwa ada 63 kasus illegal mining dan telah melibatkan 79 tersangka yang sudah diproses di jajarannya. Sejumlah 14 berkas yang sudah dinyatakan P.21 dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sumbawa. Namun Kejari Sumbawa,Dwi Harto,SH.MH seperti dilansir HU.Tribun,Sabtu (15/1) mengaku belum terima  berkas yang dikirim oleh Kapolres Sumbawa.Lalu berkas tersebut nyangkut dimana Bang One?
                Sementara sejumlah warga yang saat ini terlihat masih sangat sibuk beraktivitas di kawasan harta karun itu sepertinya masih butuh waktu untuk diperiksa seperti warga lain yang sudah mendekam di kompleks Mapolres Sumbawa? Yang pasti “keadilan”,itu ada dimana-mana.Hanya terbentur masalah waktu saja.
                Lembaga Legislatif dan Eksekutif sudah mulai angkat bicara,namun masih menyayikan lagu yang tidak seirama,sehingga banyak warga yang semakin bingung,lantaran ada yang berkeinginan agar Bukit La Baong bisa dijadikan lokasi tambang rakyat dengan beragam alasannya.Sementara ada juga yang menolak dengan mengacu kepada Undang-undang No.4 tahun 2009 dengan segudang argument yang menyertainya. Bahkan Komisi I DPRD Sumbawa berniat akan melakukan Yudicial Review ke Mahkamah Konstitusi,karena Undang-undang tersebut dinilai tidak berpihak pada rakyat khususnya dalam pengeluaran IPR (Ijin Pertambangan Rakyat),bukan Ijin Pemiskinan Rakyat..
                Jika sekiranya kita semua mau berterus terang,bahwa sebenarnya masyarakat tidak perlu terlalu terburu-buru didudukkan sebagai “tersangka” karena dianggap telah melakukan pen”jarah”an apa yang ada dan tersimpan di Bukit La Baong,tetapi mari kita periksa apa yang selama ini terpatri dipundak semua pihak,baik yang ada di lembaga formal maupun non formal yang telah terjun ke lokasi memberikan pemahaman kepada masyarakat (penambang)terkait dengan Undang-undang No.4 tahun 2009. Mereka yang telah terlibat dan melibatkan diri mangais rezki demi memenuhi tuntutan perut diri, isteri dan anak-anaknya,sehingga mereka giat mengambil emas di negeri sendiri. Bukan di tanah Amerika dan lainnya.
                Data yang berhasil dihimpun penulis menyebutkan bahwa tidak cuma masyarakat awam saja yang melakukan aktivitas di bukit La Baong, konon oknum aparat juga ikut ambil bagian menyemarakkan suasana,terutama dalam kepemilikan mesin gelondong yang telah beroperasi di sejumlah kecamatan dalam wilayah Pemkab Sumbawa. Seharusnya oknum aparat sesuai tupoksinya menjadi pengawal terdepan untuk mengamankan segala peraturan perundang-undangan yang ada. Akan tetapi yang terpantau selama ini,baik yang dilansir di sejumlah media maupun hasil investigasi lapangan ternyata ada beberapa lokasi penempatan mesin gelondong milik oknum aparat. Jadi,sangat wajar kalau masyarakat awam hukum berbondong-bondong mengais rezki di perut ibu pertiwi.Sehingga dengan demikian sikap yang telah ditunjukkan oleh para penguasa di negeri”Mampis Rungan”ini,sepertinya masih perlu direvisi agar tidak menjadi re”ingkar”nasi.
                Kemudian kepada segenap warga khususnya yang telah berada dan mengambil batu mineral di bukit La Baong sebaiknya segera menghadap ke tuan guru (birokrasi) untuk memperoleh ilmu terkait dengan apa yang telah menjadi niat baik semua warga. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh harta karun yang kini berada diantara “Kesejahteraan & Kesengsaraan Warga”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar